Rabu, 11 Februari 2009

MENGGUGAT KINERJA PENGELOLAAN BUMN: Antara Harapan dan Kenyataan

Oleh : Marsono*)


Latar Belakang

Dibentuknya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia didasarkan pada amanat konstitusi negara Undang-Undang Dasar 1945, khususnya Pasal 33 yang menyatakan bahwa ”produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua di bawah pimpinan atau pemilihan anggota-anggota masyarakat”. Atas dasar penjelasan Pasal 33 tersebut, bahwa yang diutamakan adalah masyarakat, bukan orang perorang, oleh karena itu cabang-cabang produksi yang penting (strategis) bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, harus dikuasai oleh negara. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak yang boleh ada ditangan orang-seorang. Ini berarti bahwa cabang-cabang produksi yang penting yang menguasai hajat hidup orang banyak harus berada ditangan negara dan dikelola oleh BUMN.
Sebagai unit ekonomi yang tak terpisahkan dari sistem perekonomian negara, BUMN mempunyai peran yang sangat strategis, antara lain : (1) memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian negara; (2) menyelenggarakan kemanfaatan umum bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak; (3) menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan sektor swasta maupun koperasi; (4) mencari keuntungan/pendapatan; dan (5) sebagai salah satu sumber penerimaan keuangan negara.
Sejalan dengan pergeseran paradigma ekonomi publik (peran pemerintah dalam memotori gerak ekonomi sangat menonjol) ke dalam ekonomi pasar (manajemen ekonomi dilandaskan pada mekanisme pasar dan persaingan bebas) saat ini, sangat berimplikasi terhadap peletakan landasan operasional pada mekanisme pasar dan persaingan yang diharapkan akan dapat memacu individu dan badan usaha termasuk di dalamnya adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk kreatif, inovatif dan terus berinisiatif dengan basis entrepreneurship dan cost efficiency. Orientasi pengelolaan BUMN dengan berbasis entrepreneurship dan cost efficiency tersebut adalah bagaimana meningkatkan kinerja BUMN sehingga badan usaha ini benar-benar dapat menjadi efisien dan kompetitif. Dengan demikian asset negara yang dikelolanya dapat memberikan kemanfaatan yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat banyak.
Namun demikian, tidak adanya visi yang kuat dalam pengelolaan BUMN selama ini menjadikan BUMN sulit untuk maju karena tidak jelas arah yang dituju. Ketiadaan visi dan konsep pengelolaan yang disepakati bersama seluruh elemen bangsa Indonesia ini, menjadikan manajemen BUMN tidak pernah independen dan professional, selalu dalam jeratan relasi politik dan kekuasaan, yang pada akhirnya hanya menjadikan BUMN sebagai sapi perahan yang menghambat dan merusak kinerja BUMN. Sampai saat ini kita tidak memiliki satu konsep pengelolaan BUMN yang jelas dan disepakati bersama, akibatnya langkah dan strategi apapun yang dibuat oleh setiap pemerintah yang berkuasa terhadap BUMN akan selalu disalahkan.
Kejelasan visi dan konsep pengelolaan BUMN menjadi sangat penting, mengingat asset negara yang dikelola BUMN saat ini relatif sangat besar. Hal ini dapat dilihat besarnya asset negara yang dikelola BUMN selama 4 (empat) tahun terakhir yaitu tahun 2001 sebesar Rp. 750 triliun, tahun 2002 sebesar Rp. 936 triliun, tahun 2003 Rp. 1.177 triliun, dan meningkat menjadi Rp. 1.313 triliun pada tahun 2004. Namun sayangnya, pengelolaan asset negara yang sangat besar tersebut belum optimal, sehingga belum dapat memberikan kontribusi nyata bagi perekonomian bangsa dan kesejahteraan rakyat.

.
_________________________
*) Peneliti pada Pusat Kajian Manajemen Kebijakan LAN
Oleh karena itu, melalui tulisan ini penulis ingin menganalisis secara kritis kinerja pengelolaan BUMN selama ini. Hal tersebut didasarkan bahwa dalam pengelolaan BUMN selama ini belum didasarkan pada visi yang kuat dan political will untuk menempatkan BUMN sebagai pilar ekonomi bangsa serta belum adanya kesinambungan konsep pengelolaan BUMN, sehingga BUMN tidak mampu menghasilkan kinerja optimal dalam mengemban misi sebagaimana diamanatkan konstitusi negara UUD 1945.

Kebijakan Pengelolaan BUMN
Berbagai kebijakan sebagai landasan dalam pengelolaan BUMN selama ini antara lain meliputi: (1) Undang-Undang No. 19 tahun 1960 tentang Perusahaan Negara yang merupakan tonggak penting bagi pengaturan dan pengendalian BUMN di Indonesia; (2) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1979 yang mengelompokkan BUMN ke dalam tiga golongan yaitu: (a) Perusahaan Jawatan (Perjan) dengan ciri public service, yaitu berupa pelayanan kepada masyarakat, permodalannya termasuk bagian dari APBN dan status hukumnya dikaitkan dengan hukum publik. Pengaturan lebih teknis terhadap Perusahaan Jawatan yaitu dengan diterbitkan Peraturan Peerintah No. 6 tahun 2000 tentang Perusahaan Jawatan; (b) Perusahaan Umum (Perum) dengan ciri public utility, yaitu melayani kepentingan umum dan diharapkan dapat memupuk keuntungan, modal seluruhnya milik negara dari kekayaan negara yang dipisahkan, berstatus badan hukum dan diatur berdasarkan undang-undang. Pengaturan lebih teknis terhadap Perusahaan Umum yaitu dengan dikeluarkan PP No. 13 tahun 1998 tentang Perusahaan Umum; dan (c) Perusahaan Perseroan (Persero) yang bersifat profit motive, modal seluruhnya atau sebagian milik negara dan terbagi atas saham-saham, bersatus badan hukum perdata dan berbentuk Perseroan Terbatas (PT). Pengaturan lebih teknis terhadap Perusahaan Perseroan yaitu dengan dikeluarkan UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.
Sebagai upaya untuk lebih meningkatkan kinerja dan peran BUMN dalam perekonomian nasional, maka PP No. 64 tahun 2001 tentang Pengalihan Kedudukan, Tugas dan Kewenangan Menteri Keuangan pada Perusahaan Perseroan, Perum dan Perjan kepada Menteri Negara BUMN. Namun demikian dengan disahkannya UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, maka pembinaan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan tidak lagi berada di bawah kewenangan Kementerian Negara BUMN, melainkan kembali berada di bawah kewenangan Menteri Keuangan. Dengan demikian seluruh asset negara yang dipisahkan yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pembinaannya berada pada Menteri Keuangan. Kondisi kebijakan ini membuat pengelolaan BUMN kembali pada jalur yang tidak jelas. Untuk menempatkan kedudukkan BUMN sebagaimana mestinya, maka dikeluarkan Undang-Undang No. 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, dimana bentuk BUMN disederhanakan menjadi dua, yaitu Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan Perseroan (Persero). Sedangkan BUMN yang semula berbentuk Perusahaan Jawatan (Perjan) selanjutnya akan dialihkan menjadi Perusahaan Umum (Perum) atau Perusahaan Perseroan (Persero) dalam tempo dua tahun sejak pemberlakukan UU tersebut.

Beberapa Permasalahan Dalam Pengelolaan BUMN

Disamping menghadapi permasalahan eksternal yang berasal dari berbagai tekanan dan kepentingan penguasa dan elit politik, yang tak kalah pentingnya adalah permasalahan internal BUMN itu sendiri. Permasalahan internal BUMN pada dasarnya sangat berkaitan dengan manajemen BUMN itu sendiri. Mengutip pendapat Ikojiro Nonaka dan Hirotaka Takeuchi (1995) dalam “Knowledge Creating Company”, dinyatakan bahwa permasalahan BUMN di Indonesia antara lain:
1. BUMN jauh dari kinerja yang mencerminkan kemampuan untuk menciptakan efisiensi, efektivitas dan produktivitas; sehingga tidak bisa bertahan.
2. Politik ekonomi dan kebijakan ekonomi nasional di bidang moneter tidak memungkinkan BUMN untuk mampu mengakses dana-dana yang bersifat sesuai dengan peran dan fungsi yang disandangnya (Perjan, Perum, dan Persero) berbunga murah.
3. Pembinaan hubungan yang kurang serasi antara BUMN dengan konsumen/ pelanggan; sehingga banyak pelanggan BUMN yang berpindah pada kompetisi swasta.
4. Dukungan para suppliers, vendor di lingkungan BUMN pun memiliki banyak distorsi dari hukum efisiensi perusahaan.
5. Dukungan deregulasi dan debirokratisasi untuk BUMN ternyata tidak berdampak optimal pada kinerja BUMN.
6. Kualitas SDM dilingkungan BUMN di Indonesia kurang menopang pandangan learning organization, struktur kependidikan pegawai yang tidak memenuhi kualifikasi, budaya organisasi kepegawaian berbau budaya birokrat yang birokratis.
7. Pengembangan SDM pun dipandang sangat lamban dan tidak sesuai dengan tuntutan jaman;
8. Hal yang paling mendasar adalah bahwa mulai dari kebijakan, strategi, kegiatan operasi, BUMN mengandung banyak sekali pengertian salah urus.
9. Tekanan yang lahir paling mengganggu adalah kegiatan yang berbau kolusi, korupsi, nepotisme, kooptasi, yang bergerak secara legal dan structural, seakan menggambarkan struktur organisasi yang menggerayangi struktur formal organisasi BUMN.
Selanjutnya berdasarkan penelitian Dr. Sahlan Asnawi (2002) diperoleh gambaran penilaian atas citra BUMN sebagai berikut :
1. Citra BUMN di mata responden pada umumnya lebih jelek dibandingkan dengan perusahaan swasta, baik dalam mutu pelayanan, kualitas manajemen maupun kualitas SDMnya;
2. Mayoritas responden (61,75 %) setuju saham BUMN dapat dimiliki oleh warga ne-gara atau perusahaan asing;
3. Mayoritas responden responden (96,1 5) menginginkan agar BUMN harus benar-benar menjadi lembaga usaha yang mandiri, tidak dicampuri oleh lembaga-lembaga pemerintah dan lembaga politik lainnya;
4. Mayoritas responden (73,8 %) berpendapat bahwa monopoli kepada BUMN tidak dapat dibenarka;
5. Mayoritas responden (89,8 %) tidak setuju bahwa untuk mengurangi beban hutang luar negeri sebaiknya semua BUMN dijual kepada pihak asing;
6. Mayoritas responden pada umumnya mengharapkan agar BUMN itu harus mampu memberikan pelayanan bermutu, efisien dan mampu mencetak keuntungan;
7. Mayoritas responden (66,9 %) setuju agar BUMN yang laik Go-Public perlu dilakukan program profitisasi dan privatisasi;
8. Mayoritas responden (95,3) setuju agar sebaiknya BUMN dipimpin oleh komisaris dan Direksi yang professional dan dibayar pantas;
9. Mayoritas responden (92,9 %) setuju agar proses privatisasi BUMN dilakukan secara
transparan dan terhindar dari proses asymetris dalam penyebaran informasi;
10. Mayoritas responden (82,3 %) setuju agar pemerintah memperlakukan BUMN seperti perusahaan swasta.
Sedangkan dalam konteks Sumber Daya Manusia (SDM) BUMN, dapat diidentifikasi sebagai berikut :
1. Mayoritas responden (63 %) mengungkapkan bahwa tidak setuju apabila SDM BUMN lebih baik dari pada SDM perusahaan swasta;
2. Sebanyak (42 %) responden memperkirakan bahwa kualitas SDM BUMN lebih jelek dari pada SDM perusahaan swasta;
3. Sebanyak (51 %) responden merasa bahwa secara keseluruhan manajemen BUMN lebih jelek dari pada manajemen perusahaan swasta, demikian pula mutu pelayanan juga dinilai lebih jelek.


Gambaran Kinerja Pengelolaan BUMN

Data jumlah BUMN sampai dengan tahun 2002 pada Kantor Menteri Negara BUMN sebanyak 161 BUMN (termasuk 14 Anak Perusahaan Holding PT. Pusri dan PT. BPIS 13 BUMN Perum dan 15 BUMN Perjan) serta 21 Badan Usaha Patungan Minoritas. Data selengkapnya dapat dilihat pada tabel 1 berikut.




































TABEL 1
PETA BENTUK DAN KARAKTER BUMN BERDASARKAN KELOMPOK USAHA


Kelompok Usaha
Bentuk BUMN
Jumlah
Karakter BUMN
Perjan
Perum
Persero

Kom-
petitif
Mono-poli
Kompe
titif &
PSO
Mono- poli&
Kom-petitif
1. Perbankan
2. Asuransi
3. Jasa Pembiayaan
4. Jasa Konstruksi
5. Konsultan Konstruksi
6. Penunjang Konstruksi
7. Jasa Penilai
8. Jasa lainnya
9. Rumah Sakit
10. Pelabuhan
11. Pelayaran
12. Kebandarudaraan
13. Angkutan Darat
14. Logistik
15. Perdagangan
16. Pengerukan
17. Industri Farmasi
18. Pariwisata
19. Kawasan Industri
20. Usaha Penerbangan
21. Dok & Perkapalan
22. Perkebunan
23. Pertanian
24. Perikanan
25. Pupuk
26. Kehutanan
27. Kertas
28. Percetakan dan Penerbitan
29. Pertambangan
30. Energi
31. Industri berbasis Teknologi
32. Baja & Konstruksi Baja
33. Telekomunikasi
34. Industri Pertahanan
35. Semen
36. Industri Sandang
37. Aneka Industri
-
-
-
-
-
-
-
-
13
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
2
-
-
-
-
-
-
2
1
-
-
-
2
-
-
-
-
2
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
2
-
-
-
-
1
-
-
-
-
5
9
4
8
5
2
4
-
-
4
4
2
1
3
5
1
3
3
7
2
4
15
2
4
2
6
2
2
3
4
5
3
2
2
3
2
3
5
9
6
9
5
2
4
2
13
4
4
2
3
3
5
1
3
3
7
2
4
15
2
4
2
6
2
4
3
4
5
3
5
2
3
2
3
5
4
4
8
5
1
4
-
-
-
2
-
-
2
5
1
3
3
7
2
4
15
2
4
2
6
2
4
3
4
5
3
3
2
3
2
3
-
3
2
-
-
1
-
2
-
-
-
2
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1
-
1
-
-
-
-
13
4
2
-
3
1
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Jumlah
15
10
136
161
124
11
25
1
Sumber: Kementerian BUMN, Jakarta, 2002.
Informasi mengenai capaian kinerja BUMN secara faktual, pada dasarnya baru dimulai setelah dibentuknya Kantor Menteri Negara BUMN pada tahun 2001. Dari data yang ada pada Kantor Menteri Negara BUMN dapat diketahui bahwa jumlah Badan Usaha yang dibina per Januari 2002 terdiri dari 161 BUMN (termasuk 14 Anak Perusahaan Holding PT. Pusri dan PT. BPIS 13 BUMN Perum dan 15 BUMN Perjan) serta 21 Badan Usaha Patungan Minoritas. Dari 161 BUMN tersebut di atas, dalam penyajian kinerja keuangan hanya disajikan 145 BUMN dengan pertimbangan BUMN Perjan baru didirikan pada tahun 2001.
Kinerja Pengelolaan BUMN Tahun 2001. Kinerja keuangan dari 145 Badan Usaha Milik Negara BUMN pada tahun 2001, adalah sebagai berikut :
a. Kontribusi Pendapatan.
Dari 145 BUMN dengan total pendapatan Rp. 207.309 miliar, sebanyak 25 BUMN memberikan kontribusi pendapatan Rp. 166.485 (80 %), sebanyak 39 BUMN memberikan kontribusi pendapatan Rp. 31.147 miliar (15 %) dan sebanyak 81 BUMN memberikan kontribusi pendapatan Rp. 9.758 miliar (5 %).
b. Besaran (size) Pendapatan
Dari 145 BUMN dengan total pendapatan Rp. 207.390 miliar, sebanyak 6 BUMN, masing-masing memberikan kontribusi pendapatan lebih dari Rp. 10.000 miliar (54 %), sebanyak 3 BUMN masing-masing memberikan kontribusi antara Rp. 5.000 s.d Rp. 10.000 miliar (10 %), sebanyak 27 BUMN masing-masing memberikan kontribusi pendapatan antara Rp. 1.000 miliar s.d Rp. 5.000 miliar, sebanyak 25 BUMN masing-masing memberikan kontribusi pendapatan antara Rp. 500 miliar s.d Rp. 1.000 miliar, dan sebanyak 84 BUMN masing-masing memberikan kontribusi pendapatan kurang dari Rp. 500 miliar.
c. Kontribusi Laba
Dari data pada Diagram 3, tampak bahwa dari 145 BUMN dengan total laba Rp. 28.793 miliar, sebanyak 11 BUMN memberikan kontribusi laba Rp. 22.765 miliar (79 %), sebanyak 24 BUMN memberikan kontribusi laba Rp. 4.289 miliar (15 %), dan sebanyak 85 BUMN memberikan kontribusi laba Rp. 1.686 miliar (6 %).
d. Besaran (size) Laba
Dari 145 BUMN dengan total laba Rp. 28.793 miliar, sebanyak 4 BUMN, masing-masing memberikan kontribusi laba di atas Rp. 2.000 miliar, dengan total kontribusi laba Rp. 16.153 miliar (56 %), sebanyak 3 BUMN masing-masing memberikan kontribusi laba antara Rp. 1.000 s.d Rp. 2.000 miliar, dengan total kontribusi laba Rp. 4.151 miliar (14 %), sebanyak 9 BUMN masing-masing memberikan kontribusi laba antara Rp. 300 miliar s.d Rp. 1.000 miliar, dengan total kontribusi laba Rp. 2.180 miliar (8 %) dan sebanyak 92 BUMN masing-masing memberikan kontribusi laba kurang dari Rp. 100 miliar, dengan total kontribusi laba Rp. 2.304 miliar (8 %).
e. Kontribusi Rugi
Dari data pada Diagram 5, tampak bahwa dari 145 BUMN, sebanyak 25 BUMN rugi dengan total kerugian Rp. 1.010. Secara terinci, sebanyak 11 BUMN memberikan kontribusi rugi Rp. 846 miliar (84 %), sebanyak 6 BUMN memberikan kontribusi rugi Rp. 136 miliar (13 %), dan sebanyak 8 BUMN memberikan kontribusi rugi Rp. 28 miliar (3 %).
f. Besaran (size) Total Asset
Dari 145 BUMN dengan total asset Rp. 772.501 miliar, sebanyak 4 BUMN masing-masing mempunyai total asset di atas Rp. 50.000 miliar, dengan total asset Rp. 518.495 miliar (68 %), sebanyak 6 BUMN masing-masing mempunyai total asset antara Rp. 10.000 s.d Rp. 50.000 miliar, dengan total asset Rp. 118.384 miliar (15 %), sebanyak 4 BUMN masing-masing mempunyai total asset antara Rp. 5.000 miliar s.d Rp. 10.000 miliar, dengan total asset Rp. 33.006 miliar (4 %), sebanyak 33 BUMN masing-masing mempunyai total asset antara Rp. 1.000 miliar s.d Rp. 5.000 miliar, dengan total asset Rp. 71.736 miliar (9 %) dan sebanyak 98 BUMN masing-masing mempunyai total asset kurang dari Rp. 1.000 miliar, dengan total asset Rp. 30.879 miliar (4 %).
g. Total Ekuiti
Dari 145 BUMN dengan total ekuiti Rp. 139.611 miliar, sebanyak 3 BUMN masing-masing mempunyai total ekuiti di atas Rp. 10.000 miliar, dengan total ekuiti Rp. 45.962 miliar (33 %), sebanyak 4 BUMN masing-masing mempunyai total ekuiti antara Rp. 5.000 s.d Rp. 10.000 miliar, dengan total ekuiti Rp. 29.222 miliar (21 %), sebanyak 8 BUMN masing-masing mempunyai total ekuiti antara Rp. 2.000 miliar s.d Rp. 5.000 miliar, dengan total ekuiti Rp. 25.361 miliar (18 %), sebanyak 28 BUMN masing-masing mempunyai total ekuiti antara Rp. 500 miliar s.d Rp. 2.000 miliar, dengan total ekuiti Rp. 26.425 miliar (19 %) dan sebanyak 102 BUMN masing-masing mempunyai total ekuiti kurang dari Rp. 500 miliar, dengan total ekuiti Rp. 12.641 miliar (9 %).
h. Return on Asset (ROA)
Dari 145 BUMN, sebanyak 12 BUMN mempunyai ROA di atas 20 %, sebanyak 25 BUMN mempunyai ROA antara 10 % s.d 20 %, sebanyak 27 BUMN mempunyai ROA antara 5 % s.d 10 %, sebanyak 25 BUMN mempunyai ROA antara 2 % s.d 5 %, dan sebanyak 25 BUMN mempunyai ROA kurang dari 2 %,
i. Return on Equity (ROE)
Dari 145 BUMN, sebanyak 1 BUMN mempunyai ROE di atas 100 %, sebanyak 17 BUMN mempunyai ROE antara 30 % s.d 100 %, sebanyak 38 BUMN mempunyai ROE antara 15 % s.d 30 %, dan sebanyak 41 BUMN mempunyai ROE kurang da-
ri 10 %,
Dari data tersebut tampak bahwa perubahan (penaikan/perurunan pendapatan) yang kecil saja membawa pengaruh yang cukup signifikan terhadap total pendapatan BUMN. Oleh karena itu pengelolaan dan pembinaan terhadap ke 24 BUMN tersebut perlu memperoleh prioritas utama, baik oleh Pemegang Saham maupun manajemen BUMN, tanpa mengabaikan pengelolaan dan pembinaan terhadap BUMN yang lainnya.
Pada tahun 2001 diperkirakan total asset seluruh BUMN adalah sebesar Rp. 772.501 miliar, total penjualan sebesar Rp. 207.390 miliar, total laba sebelum pajak sebesar Rp. 27.783 miliar, rata-rata ROA sebesar 3,60 % dan rata-rata ROE sebesar 23,73 %.
Adapun gambaran kinerja keuangan secara umum tahun 2001 per kelompok BUMN adalah sebagaimana tabel 2 berikut.

TABEL 2
KINERJA KEUANGAN BUMN TAHUN 2001
BERDASARKAN KELOMPOK USAHA
(Rp milyar)
KELOMPOK BUMN
JUM-LAH
TOTAL
PENDP.
EBT
TOTAL ASSET
EQUITY
ROA (%)
ROE (%)
1
2
3
4
2:3
2:4
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
1. KEL. PERBANKAN
5
64,169
6,752
475,361
30,020
1.42
22.49
2. KEL. ASURANSI
9
11,414
983
30,605
2,850
3.21
34.49
3. KEL. JASA PEMBIAYAAN
6
1,274
97
10,013
2,353
0.97
4.12
4. KEL. JASA KONSTRUKSI
9
4,735
143
6,158
1,238
2.32
11.56
5. KEL. KONSULTAN KONSTRUKSI
5
133
9
99
26
9.17
35.43
6. KEL. PENUNJANG KONSTRUKSI
2
957
200
3,691
1,502
5.41
13.30
7. KEL. JASA PENILAI
4
662
(105)
832
545
(12.670
(19.35)
8. KEL. JASA LAINNYA
2
145
28
245
231
11.36
12.03
9. KEL. RUMAH SAKIT
13
0
0
0
0
-
-



(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
10. KEL. PELABUHAN
4
3,271
1,119
7,902
5,153
14.16
21.72
11. KEL. PELAYARAN
4
2,070
113
6,416
5,136
1.76
220
12. KEL. KEBANDARUDARAAN
2
2,288
849
6,078
4,449
13.98
19.10
13. KEL. ANGKUTAN DARAT
3
1,997
39
3,204
2,429
1.23
1.63
14. KEL. LOGISTIK
3
1,335
47
1,941
575
2.40
8.09
15. KEL. PERDAGANGAN
5
2,780
46
1,380
317
3.30
14.35
16. KEL. PENGERUKAN
1
175
(56)
531
397
(10.550
(14.12)
17. KEL. INDUSTRI FARMASI
3
3,276
539
2,254
1,555
23.89
34.64
18. KEL. PARIWISATA
3
328
62
471
294
13.11
21.00
19. KEL. KAWASAN INDUSTRI
7
334
140
802
607
17.51
23.14
20. KEL. USAHA PENERBANGAN
2
14,186
(11)
10,215
957
(0.11)
(1.17)
21. KEL. DOK DAN PERKAPALAN
4
1,560
134
4,270
801
3.14
16.73
22. KEL. PERKEBUNAN
15
10,407
513
14,121
7,853
3.63
6.53
23. KEL. PERTANIAN
2
770
(5)
312
92
(1.64)
(5.55)
24. KEL. PERIKANAN
4
121
(8)
106
(12)
(7.98)
69.59
25. KEL. PUPUK
2
9,637
1,200
13,815
6,863
8.69
17.49
26. KEL. KEHUTANAN
6
2,204
106
2,751
1,706
3.84
6.19
27. KEL. KERTAS
2
768
(20)
1,733
454
(1.14)
(4.35)
28. KEL. PERCET. & PENERBITAN
4
659
69
876
524
7.86
13.13
29. KEL. PERTAMBANGAN
3
2,475
547
4,818
3,385
11.34
16.15
30. KEL. ENERGI
4
33,491
4,737
83,823
25,459
5.65
18.61
31. KEL. INDUSTRI BERBAS. TEK.
5
1,981
(43)
4,558
2,990
(0.95)
(1.45)
32. KEL. BAJA DAN KONSTRUKSI
3
5,405
(241)
7,270
4,882
(3.31)
(4.94)
33. KEL. TELEKOMUNIKASI
5
16,074
9,032
54,235
19,694
16.65
45.86
34. KEL. INDUSTRI PERTAHANAN
2
576
34
549
159
6.21
21.39
35. KEL. SEMEN
3
4,696
649
9,889
3,593
6.56
18.05
36. KEL. INDUSTRI SANDANG
2
643
25
533
276
4.66
9.01
37. KEL. ANEKA INDUSTRI
3
393
62
647
259
9.63
24.08
JUMLAH
161
207,390
27,783
772,501
139,611
3.60
19.90
Sumber : Kementerian BUMN, Laporan Keuangan Prognosa 2001 (un-audit).

Sedangkan kontribusi BUMN terhadap penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada tahun 2001 berupa Bagian Laba BUMN dan hasil swastanisasi BUMN dapat dilihat pada tabel 3 berikut.
TABEL 3
KONTRIBUSI BUMN DALAM PENERIMAAN APBN TAHUN 2001
(dalam milyar Rupiah)
U R A I A N
APBN 2001
%
Penerimaan Negara
286.006

1. Bagian Laba BUMN
9.000
3,1
2. Hasil Swastanisasi
6.500
2,3
Total
15.500
5,4
Penjualan asset hasil Restrukturisasi BPPN
27.000
9,4
Sumber: Kompas, 5 November 2001.

Adapun penerimaan negara berupa PPh dan PPN pada tahun 2001 per sektor BUMN dapat dilihat pada tabel 4 berikut.

TABEL 4
PENYETORAN BUMN KE KAS NEGARA BERUPA PPh dan PPN TAHUN 2001
(dalam Rp miliar)

No.

B U M N

Tahun 2001
1.
Sektor Usaha Jasa Keuangan, Jasa Konstruksi, dan Jasa Lainnya
12.296,0
2.
Sektor Usaha Pertambangan, Industri Strategis, Energi, dan Tele-komunikasi.
855,2
3.
Sektor Usaha Logistik dan Pariwisata.
498,5
4.
Sektor Usaha Agroindustri, Kehutanan, Kertas, Percetakan, dan Penerbitan.
329,5

Total
13.979,2
Sumber: Kantor Meneg BUMN, 2002.

Kinerja Pengelolaan BUMN Tahun 2002. Dari total asset BUMN sebesar Rp. 935.587 triliun pada tahun 2002 menghasilkan tingkat laba sebesar Rp. 25.665 triliun. Pengelolaan asset negara yang sangat besar tersebut hanya menghasilkan Return On Asset (ROA) atau imbal hasil terhadap asset sebesar 2,74%. Sedangkan imbal hasil terhadap modal Return On Equity (ROE) hanya sebesar 9,40 %.
Sedangkan besarnya Kontribusi BUMN dalam penerimaan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) pada tahun 2002 dapat dilihat pada tabel 5 berikut.

TABEL 5
KONTRIBUSI BUMN DALAM PENERIMAAN RAPBN TAHUN 2002
(dalam milyar Rupiah)
U R A I A N
RAPBN 2002
%
Penerimaan Negara
289.432

1. Bagian Laba BUMN
8.213
2,8
2. Hasil Swastanisasi
3.952
1,4
Total
12.165
4,2
Penjualan asset hasil Restrukturisasi BPPN
17.598
6,1
Sumber: Kompas, 5 November 2001.


Adapun gambaran kinerja keuangan BUMN tahun 2002 selengkapnya dapat dilihat pada tabel 6 berikut.







TABEL 6
KINERJA KEUANGAN BUMN TAHUN 2002
(dalam milyar Rupiah)
U R A I A N

Tahun 2002
(Audit)
Jumlah BUMN*
158
Total Asset
935.587
Total Kewajiban
662.539
Total Ekuitas
273.048
Total Pendapatan
238.048
Total Laba
25.665
BUMN yang mempunyai laba
100
Total Kerugian
(9.589)
BUMN yang merugi
58
ROA Rata-rata (%)
2,74
ROE Rata-rata (%)
9,40
Sumber: Kantor Meneg BUMN, 2002.
Kinerja Pengelolaan BUMN Tahun 2003. Dari total asset BUMN sebesar Rp. 1.163.644 triliun pada tahun 2003 menghasilkan tingkat laba sebesar Rp. 25.611 triliun. Pengelolaan asset negara yang sangat besar tersebut hanya menghasilkan Return On Asset (ROA) atau imbal hasil terhadap asset sebesar 2,20%. Sedangkan imbal hasil terhadap modal Return On Equity (ROE) hanya sebesar 6,40 %.
Terdapat penurunan tingkat laba BUMN untuk tahun 2003 sebesar Rp. 54 miliar, yaitu dari Rp. 25.665 triliun pada tahun 2002 menjadi Rp. 25.611 triliun pada tahun 2003. Dengan demikinan juga berpengaruh terhadap Return On Asset (ROA) dan Return On Equity (ROE), yaitu menjadi 2,20% dan 6,40% .
Adapun gambaran kinerja keuangan BUMN tahun 2003 selengkapnya dapat dilihat pada tabel 7 berikut.
TABEL 7
KINERJA KEUANGAN BUMN TAHUN 2003
(dalam milyar Rupiah)
U R A I A N

Tahun 2003
(Audit)
Jumlah BUMN*
157
Total Asset
1.163.644
Total Kewajiban
761.507
Total Ekuitas
402.137
Total Pendapatan
464.205
Total Laba
25.611
BUMN yang mempunyai laba
103
Total Kerugian
(6.081)
BUMN yang merugi
54
ROA Rata-rata (%)
2,20
ROE Rata-rata (%)
6,40
Sumber: Kantor Meneg BUMN, 2003.
Kinerja Pengelolaan BUMN Tahun 2004. Sebagai dampak dari berbagai permasalahan yang dihadapi BUMN, baik yang berasal dari internal maupun eksternal sebagaimana tersebut di atas, pada tahun 2004 dari 157 BUMN yang ada, sebanyak 47 BUMN merugi, dengan total kerugian yang diderita Rp. 6,08 triliun. Dari total kerugian tersebut, sebanyak 84,4 persen diantaranya atau Rp. 5,13 triliun berasal dari 10 BUMN. Sepuluh BUMN yang mendominasi total kerugian itu adalah PLN dengan kerugian mencapai Rp. 3,558 triliun atau 58,52 persen terdiri dari total kerugian 47 BUMN. Menyusul kemudian Perusahaan Perdagangan Indonesia dengan kerugian Rp. 418,224 miliar, Pelni Rp. 382,336 miliar, PANN Multifinance Rp. 152,258 miliar, Indofarma Rp. 129,570 miliar, Industri Sandang Nusantara Rp. 114,772 miliar, Kertas Kraft Aceh Rp. 108,442 miliar, PT Perkebunan Nusantara II Rp. 96,166 miliar, Inhutani I Rp. 90,972 miliar, dan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (Prognosa) Rp. 81,221 miliar. Data selengkapnya mengenai daftar BUMN yang merugi dapat dilihat pada tabel 8 berikut.

TABEL 8
DAFTAR BUMN YANG MERUGI TAHUN 2004
(dalam triliun Rp)

No.
BUMN
Kerugian
Persen
1.
PLN
3.558
58,5%
2.
PPI
418
6,9%
3.
PELNI
382
6,3%
4.
PANN
152
2,5%
5.
Indofarma Tbk
129
2,1%
6.
Sandang Nusantara
115
1,89%
7.
Kertas Kraft Aceh
108
1,78%
8
PTPN II
96
1,58%
9.
Inhutani
91
1,50%
Sumber: Rapat Dengar Pendapat Komisi VI DPR dengan Meneg BUMN, 2005

Adapun gambaran kinerja keuangan BUMN tahun 2004 selengkapnya dapat dilihat pada tabel 7 berikut.
TABEL 7
KINERJA KEUANGAN BUMN TAHUN 2004
(dalam milyar Rupiah)
U R A I A N

Tahun 2004
(Prognosa)
Jumlah BUMN*
157
Total Asset
1.313.755
Total Kewajiban
695.831
Total Ekuitas
481.924
Total Pendapatan
495.214
Total Laba
29.428
BUMN yang mempunyai laba
127
Total Kerugian
(4.492)
BUMN yang merugi
31
ROA Rata-rata (%)
2,49
ROE Rata-rata (%)
6,10
Sumber: Kantor Meneg BUMN, 2004.
Untuk lebih mempejelas pemahaman terhadap kinerja pengelolaan BUMN selama ini, maka tabel 8 berikut memuat kinerja pengelolaan BUMN selama kurun waktu tiga tahun, dari tahun 2001, 2002, 2003 dan 2004.

TABEL 8
KINERJA KEUANGAN BUMN TAHUN 2001-2004
(dalam milyar Rupiah)
URAIAN
TAHUN
2001
(Audit)
2002
(Audit)
2003
(Audit)
2004
(Prognosa)
Jumlah BUMN*
150
158
157
157
Total Asset
810.419
935.587
1.163.644
1.313.755
Total Kewajiban
678.783
662.539
761.507
695.831
Total Ekuitas
131.636
273.048
402.137
481.924
Total Pendapatan
215.467
238.048
464.205
495.214
Total Laba
18.448
25.665
25.611
29.428
BUMN yang mempunyai laba
102
100
103
127
Total Kerugian
(2.222)
(9.589)
(6.081)
(4.492)
BUMN yang merugi
48
58
54
31
ROA Rata-rata (%)
2,28
2,74
2,20
2,49
ROE Rata-rata (%)
14,00
9,40
6,40
6,10
Sumber: Kantor Meneg BUMN, 2004.

Kinerja Pengelolaan BUMN Tahun 2005. Data kinerja pengelolaan BUMN tahun 2005 belum terkolek secara terintegrasi. Untuk tahun 2005 besarnya asset negara yang dikelola BUMN tidak jauh berbeda dengan tahun 2004, bahkan kecenderungannya semakin meningkat. Begitu juga laba total yang diperoleh BUMN untuk tahun 2005 diperkirakan juga tidak jauh berbeda dengan tahun 2004. Disamping itu saat ini terdapat kurang lebih 31 BUMN yang bermasalah. Termasuk beberapa BUMN sektor pupuk dan BUMN sektor pertanian dan perkebunan. Namun sayangnya sampai saat ini belum ada political will dari pemerintah untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi BUMN tersebut.



Penutup

Dari gambaran kinerja pengelolaan BUMN dari tahun ketahun sebagaimana tersebut di atas, diketahui bahwa asset negara yang jumlahnya sangat besar tersebut belum dikelola secara benar dan professional, sehingga BUMN belum dapat memberikan kemanfaatan yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Paling tidak dapat dibuktikan dari besarnya asset Negara yang dikelola BUMN pada 4 (empat) tahun terakhir yaitu tahun 2001 sebesar Rp. 750 trliliun, tahun 2002 sebesar Rp. 935.587 triliun, tahun 2003 sebesar Rp. 1.163.644 triliun dan tahun 2004 sebesar Rp. 1.313 triliun.
Pengelolaan asset negara oleh BUMN selama ini baru menghasilkan laba bersih yang relatif kecil. Hal ini terlihat dari besarnya ROA sebesar 2,28% tahun 2001, 2,74% tahun 2002, 2,20% tahun 2003 dan 2,49% tahun 2004. Sadangkan untuk ROE sebesar 14,00% tahun 2001, 9,40% tahun 2002, 6,40% tahun 2003, dan 6,10% tahun 2004. Ini artinya bahwa pengelolaan asset negara yang begitu besar belum dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap kesejahteraan rakyat banyak, sebagaimana diamanatkan konstitusi negara UUD 1945. Asset besar, untung kecil. Itulah kalimat pendek yang menjadi kesimpulan umum dari kinerja pengelolaan BUMN sepanjang masa sejak era Pemerintahan Soekarno, Soeharto, BJ Habibie, Abdurrachman Wahid, Megawati Soekarnoputri, sampai dengan presiden Yudoyono.
Dengan mencermati kinerja pengelolaanBUMN dari tahun-ketahun sebagaimana tersebut di atas, maka secara umum dapat disimpulkan bahwa keberadaan BUMN di Indonesia selama ini belum dikelola secara maksimal, sehingga kontribusi BUMN terhadap pertumbuhan perekonomian negara masih relatif sangat kecil. Dengan demikian harapan besar terhadap peran BUMN selama ini, belum terwujudkan secara realita. Untuk itu agar pengelolaan asset negara dapat memberikan kontribusi yang lebih nyata bagi rakyat banyak, maka BUMN yang secara kelembagaan mengelola asset negara tersebut harus mampu secara terus menerus mengembangkan strategi pengelolaan BUMN secara profesional, efisien dan berusaha mengurangi dominasi dan intervensi dari elit politik dan penguasa, sehingga BUMN dapat mewujudkan amanat konstitusi negara UUD 1945.

Daftar Pustaka

Undang-Undang Dasar Tahun 1945;
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1960 tentang Perusahaan Negara;
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (Persero);
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
Undang-Undang Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara;
Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan (Persero);
Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1998 tentang Perusahaan Jawatan (Perjan);
Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan (Persero);
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2000 tentang Perusahaan Jawatan (Perjan);
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 70/KMK/00/1989 tentang Peningkatan Efisiensi dan Produktivitas Badan Usaha Milik Negara (BUMN);
Kementerian BUMN, Master Plan Badan Usaha Milik Negara Tahun 2002 - 2006, Jakarta, 2002;
Faisal Basri, Tidak Punya Visi Yang Kuat, BUMN Selamanya Sulit Maju, Harian Kompas, 24 Maret 2005.
Revrison Baswir, Tidak Punya Visi Yang Kuat, BUMN Selamanya Sulit Maju, Harian Kompas, 24 Maret 2005.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar