Rabu, 11 Februari 2009

IMPLEMENTASI PERATURAN PEMERINTAH NO 60 TAHUN 2008 TENTANG SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH (SPIP) : SEBUAH PENEKANAN KEMBALI K

Oleh : Marsono *)


Pendahuluan

Reformasi dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan negara secara mendasar telah dimulai sejak dilakukannya amandemen terhadap Undang-Undang Dasar 1945. Reformasi sistem penyelenggaraan pemerintahan negara tersebut menjadi konfigurasi dan referensi bagi bangsa Indonesia, mengingat reformasi mencakup proses demokratisasi, penegakan hukum, otonomi dan desentralisasi, serta penciptaan penyelenggaraan kepemerintahan yang baik.

Salah satu upaya dalam penciptaan kepemerintahan yang baik tersebut, antara lain adalah melalui penyempurnaan kebijakan pengelolaan keuangan negara, yaitu melalui paket peraturan perundang-undangan di bidang keuangan negara yang meliputi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara. Paket peraturan perundang-undangan di bidang keuangan negara tersebut, membawa implikasi perlunya sistem pengelolaan keuangan negara yang lebih akuntabel dan transparan.

Dalam upaya penyempurnaan sistem pengelolaan keuangan negara, daqn sebagai tindak lanjut Pasal 58 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP). Sistem Pengendalian Intern ini dilandasi pada pemikiran bahwa Sistem Pengendalian Intern melekat sepanjang kegiatan, dan dipengaruhi oleh sumber daya manusia, serta harus dapat memberikan keyakinan yang memadai. Hal ini baru dapat dicapai jika seluruh tingkat pimpinan menyelenggarakan kegiatan pengendalian atas keseluruhan kegiatan di instansi masing-masing. Dengan demikian, maka penyelenggaraan kegiatan pada suatu Instansi Pemerintah, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, sampai dengan pertanggungjawaban, harus dilaksanakan secara tertib, terkendali, serta efisien dan efektif.
__________________________
*) Ahli Peneliti Madya pada Pusat Kajian Manajemen Pelayanan LAN

Disamping itu, sistem Pengendalian Internal mempunyai arti yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan. Pengendalian internal yang melekat pada fungsi manajerial ditujukan untuk memastikan dan menjamin bahwa visi, misi, tujuan, sasaran, program serta kegiatan dapat terlaksana dan mencapai hasil dengan baik. Dalam implementasinya pengendalian internal pada hakekatnya adalah segala upaya yang dilakukan dalam suatu organisasi untuk mengarahkan seluruh kegiatan agar tujuan organisasi dapat dicapai secara efektif, efisien dan ekonomis, segala sumber daya dimanfaatkan dan dilindungi, data dan informasi serta laporan dapat dipercaya dan disajikan secara wajar, serta ditaatinya segala ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


Kebijakan Sistem Pengenalian Intern

Beberapa kebijakan yang terkait dengan upaya optimalisasi pengelolaan keuangan negara secara transparan dan akuntabel tersebut, serta terkait dengan sistem pengendalian intern antara lain adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dimana dalam Pasal 58 Ayat (1) dijelaskan bahwa ”dalam rangka meningkatkan kinerja, transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, Presiden selaku Kepala Pemerintahan mengatur dan menyelenggarakan sistem pengendalian intern di lingkungan pemerintah secara menyeluruh”.

Selanjutnya dalam Pasal 33 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, menyebutkan bahwa ”untuk meningkatkan keandalan laporan keuangan dan kinerja, setiap entitas pelaporan dan akuntansi wajib menyelenggarakan sistem pengendalian intern sesuai dengan peraturan perundang-undangan terkait”.

Sesungguhnya sejak tahun 2004 pemerintah telah menerbitkan kebijakan pada tataran teknis yang terkait dengan pelaksanaan pengendalian intern, yaitu Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor KEP/46/M.PAN/4/2004 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan Melekat, yang menurut keputusan tersebut merupakan padanan istilah pengendalian intern. Dalam pedoman tersebut disebutkan beberapa aspek pengendalian intern, meliputi: (!) pengorganisasian; (2) personil; (3) kebijakan; (4) perencanaan; (5) prosedur; (6) pencatatan; (7) pelaporan; dan (8) supervisi dan review intern.

Dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Pasal 134 Ayat (1) menyebutkan bahwa ”dalam rangka meningkatkan kinerja, transparansi, dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah, kepala daerah mengatur dan menyelenggarakan sistem pengendalian intern di lingkungan pemerintahan daerah yang dipimpinnya; dan Ayat (2) menyatakan bahwa pengaturan dan penyelenggaraan sistem pengendalian intern berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sebagai tindaklanjut Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tersebut di atas, Menteri Dalam Negeri telah mengeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Terkait dengan pelaksanaan SPI, Pasal 313 Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 menyatakan bahwa: (1) dalam rangka meningkatkan kinerja, transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah, kepala daerah mengatur dan menyelenggarakan sistem pengendalian intern di lingkungan pemerintah daerah yang dipimpinnya; (2) pengendalian intern merupakan proses yang dirancang untuk memberikan keyakinan yang memadai mengenai pencapaian tujuan pemerintah daerah yang tercermin dari keandalan laporan keuangan, efisiensi dan efektivitas pelaksanaan program dan kegiatan serta dipatuhinya peraturan perundang-undangan; serta (3) pengendalian intern sekurang-kurangnya memenuhi kriteria sebagai berikut: (a) terciptaya lingkungan pengendalian yang sehat; (b) terselenggaranya penilaian risiko; dan (c) terselenggaranya aktivitas pengendalian.

Selanjutnya kebijakan yang secara khusus mengatur tentang penyelenggaraan sistem pengendalian intern adalah Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP). Dalam PP Nomor 60 Tahun 2008 tersebut antara lain mengatur mengenai: (1) ketentuan umum; (2) unsur sistem pengendalian intern; dan (3) penguatan efektivitas penyelenggaraan sistem pengendalian intern pemerintah.

Konsepsi Sistem Pengenalian Intern

Di dalam wacana pengawasan intern yang berkembang dewasa ini, pengendalian intern telah ditempatkan pada fokus perhatian pengawasan intern. Hal tersebut tampak dari definisi pengawasan intern sebagai suatu kegiatan pengujian yang obyektif dalam rangka peningkatan kinerja organisasi dan pemberian rekomendasi yang independent untuk meningkatkan efektivitas operasionalisasi organisasi dengan cara meningkatkan efektivitas manajemen risiko, pengendalian, dan proses governance.

Jadi pengembangan dan pengujian atas keandalan pengendalian intern merupakan bagian tugas yang seharusnya menjadi prioritas bagi para pengawas intern. Bahkan setelah dikembangkan konsep struktur pengendalian intern oleh apa yang dikenal sebagai Commission of Sponsoring Organization on treadway (COSO), kepedulian besar pengawas intern terhadap keandalan pengendalian intern merupakan penanda dari pergeseran paradigma pengawas intern dari yang bercitra sebagai ”watchdog” menjadi yang bercitra pembantu manajemen untuk mencapai kinerja yang bermutu (quality assurance). Berdasarkan konsep COSO, sistem pengendalian intern melingkup beberapa komponen yang saling terkait sebagai berikut: (a) lingkungan pengendalian (control environment); (b) penilaian/penaksiran risiko (risk assesment); (c) aktivitas pengendalian (control activities); (d) informasi dan komunikasi (information and communication) ; serta (e) monitoring.

Adapun mengenai definisi sistem pengendalian intern, dalam Understanding Internal Control dari Office of Financial Management, State of Michigan, (t.th.) disebutkan bahwa pengendalian intern merupakan tanggungjawab setiap orang dalam organisasi. Pengendalian intern yang efektif merupakan built in part dalam proses manajemen, yang meliputi: perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian. Pengendalian intern menjaga organisasi tetap pada jalur pencapaian misi, dan meminimalisir berbagai penyimpangan dan secara operasional mendorong efektivitas dan efisiensi, mengurangi kerugian-kerugian, memastikannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, serta memastikan reliabilitas pelaporan keuangan.

Selanjutnya The Rutteman Report, UK (1994), mendefinisikan sistem pengendalian intern sebagai suatu keseluruhan sistem pengendalian, keuangan dan non keuangan, yang dibentuk dalam rangka menyediakan keyakinan yang layak mengenai: (a) efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan operasional; (b) pengendalian keuangan internal; dan (c) kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Definisi sistem pengendalian intern menurut Pasal 1 butir (1) PP Nomor 60 Tahun 2008 adalah” proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan”.

Sedangkan Pasal 1 butir (2) menyebutkan bahwa “Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, yang selanjutnya disingkat SPIP, adalah Sistem Pengendalian Intern yang diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah”. Selanjutnya dalam penjelasan PP 60 tahun 2008 disebutkan bahwa unsur sistem pengendalian intern dalam Peraturan Pemerintah ini mengacu pada unsur sistem pengendalian intern yang telah dipraktikkan di lingkungan pemerintahan di berbagai negara, yang meliputi:

a. Lingkungan pengendalian;
Pimpinan Instansi Pemerintah dan seluruh pegawai harus menciptakan dan memelihara lingkungan dalam keseluruhan organisasi yang menimbulkan perilaku positif dan mendukung terhadap pengendalian intern dan manajemen yang sehat.

b. Penilaian risiko;
Pengendalian intern harus memberikan penilaian atas risiko yang dihadapi unit organisasi baik dari luar maupun dari dalam.

c. Kegiatan pengendalian;
Kegiatan pengendalian membantu memastikan bahwa arahan pimpinan Instansi Pemerintah dilaksanakan. Kegiatan pengendalian harus efisien dan efektif dalam pencapaian tujuan organisasi.

d. Informasi dan komunikasi;
Informasi harus dicatat dan dilaporkan kepada pimpinan Instansi Pemerintah dan pihak lain yang ditentukan. Informasi disajikan dalam suatu bentuk dan sarana tertentu serta tepat waktu sehingga memungkinkan pimpinan Instansi Pemerintah melaksanakan pengendalian dan tanggung jawabnya.

e. Pemantauan;
Pemantauan harus dapat menilai kualitas kinerja dari waktu ke waktu dan memastikan bahwa rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya dapat segera ditindaklanjuti. Untuk memperkuat dan menunjang efektivitas penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern dilakukan pengawasan intern dan pembinaan penyelenggaraan SPIP.

Pengawasan intern merupakan salah satu bagian dari kegiatan pengendalian intern yang berfungsi melakukan penilaian independen atas pelaksanaan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah. Lingkup pengaturan pengawasan intern mencakup kelembagaan, lingkup tugas, kompetensi sumber daya manusia, kode etik, standar audit, pelaporan, dan telaahan sejawat. Pembinaan penyelenggaraan SPIP meliputi penyusunan pedoman teknis penyelenggaraan, sosialisasi, pendidikan dan pelatihan, dan pembimbingan dan konsultansi SPIP, serta peningkatan kompetensi auditor aparat pengawasan intern pemerintah.


Implementasi Sistem Pengendalian Intern Menuntut Komitmen dan Peran Aktif Kepemimpinan Sektor Publik

Secara konseptual implementasi sistem pengendalian intern menuntut adanya komitmen dan peran aktif para pimpinan publik pada setiap level dan tingkatan organisasi. Kepemimpinan publik mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya meningkatkan kinerja organisasi sektor publik. Kepemimpinan sektor publik pada dasarnya ada di semua tingkat pemerintahan yang bersifat sistemik dan institusional. Sistemik artinya terkait dengan banyak orang yang bekerja berdasarkan suatu sistem dan pada suatu tingkatan tertentu dalam hierarkhi pemerintahan. Sedangkan institusional artinya melibatkan banyak orang dalam kepemimpinan tersebut dan masing-masing memiliki posisi dalam institusi tersebut. Oleh karena itu kepemimpinan sektor publik mempunyai keterkaitan yang sangat erat dalam usaha mencapai tujuan organisasi. Sehingga pemimpin di sektor publik haruslah memiliki kemampuan untuk menciptakan suatu kerjasama di antara sistem yang ada dalam suatu pemerintahan (Andi Gani : 2005).

Berkaitan dengan peran kepemimpinan sektor publik, Veithzal Rivai (2004) menyatakan bahwa peran kepemimpinan dapat diartikan sebagai seperangkat perilaku yang diharapkan dilakukan oleh seseorang dengan kedudukan sebagai pemimpin. Dari perspektif manajemen stratejik, peran kepemimpinan sektor publik dibagi ke dalam 3 (tiga) bagian, yaitu: (a) Pathfinding, yaitu peran untuk menentukan visi dan misi organisasi yang pasti; (b) Aligning, yaitu peran untuk memastikan bahwa struktur, sistem dan proses operasional organisasi memberikan dukungan pada pencapaian visi dan misi; serta (c) Empowering, yaitu peran untuk menggerakkan semangat dalam diri orang-orang dalam mengekpresikan bakat, kecerdikan dan kreativitas untuk mampu mengerjakan apapun dan konsisten dengan prinsip-prinsip yang disepakati.

Mengingat faktor pentingnya peran kepemimpinan dalam peningkatan kinerja organisasi sebagaimana telah disebutkan di atas, maka implementasi sistem pengendalian internal sangat membutuhkan komitment dan peran aktif pemimpin pada setiap level kepemimpinan. Oleh karena penerapan pengendalian intern yang efektif pada hakekatnya merupakan built in part dalam proses manajemen, yang meliputi: perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian. Disamping itu keberhasilan pengawasan terhadap program-program pembangunan tidak hanya menjadi tanggungjawab lembaga-lembaga pengawasan yang secara formal mempunyai kewenangan dan tanggungjawab dalam bidang pengawasan, akan tetapi juga peran pimpinan dalam melaksanakan pengendalian internal di lingkungan instansi pemerintah.

Berkaitan dengan adanya tuntutan komitmen, peran dan tanggungjawab pimpinan dalam implementasi sistem pengendalian intern tersebut, Pasal 4 PP 60 Tahun 2008 menyatakan bahwa Pimpinan Instansi Pemerintah wajib menciptakan dan memelihara lingkungan pengendalian yang menimbulkan perilaku positif dan kondusif dalam lingkungan kerjanya, melalui: (1) penegakan integritas dan nilai etika; (2) komitmen terhadap kompetensi; (3) kepemimpinan yang kondusif; (4) pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan; (5) pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat; (6) penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan sumber daya manusia; (7) perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah yang efektif; dan (8) hubungan kerja yang baik dengan Instansi Pemerintah terkait.

Sedangkan terkait dengan substansi pengendalian, Pasal 18 Ayat (1) menyebutkan bahwa pimpinan Instansi Pemerintah wajib menyelenggarakan kegiatan pengendalian sesuai dengan ukuran, kompleksitas, dan sifat dari tugas dan fungsi Instansi Pemerintah yang bersangkutan. Pada Ayat (2) disebutkan pula bahwa penyelenggaraan kegiatan pengendalian tersebut sekurang-kurangnya memiliki karakteristik sebagai berikut: (a) kegiatan pengendalian diutamakan pada kegiatan pokok Instansi Pemerintah; (b) kegiatan pengendalian harus dikaitkan dengan proses penilaian risiko; (c) kegiatan pengendalian yang dipilih disesuaikan dengan sifat khusus Instansi Pemerintah; (d) kebijakan dan prosedur harus ditetapkan secara tertulis; (e) prosedur yang telah ditetapkan harus dilaksanakan sesuai yang ditetapkan secara tertulis; dan (f) kegiatan pengendalian dievaluasi secara teratur untuk memastikan bahwa kegiatan tersebut masih sesuai dan berfungsi seperti yang diharapkan.


Selanjutnya pada Ayat (3) menyebutkan bahwa kegiatan pengendalian meliputi: (1) reviu atas kinerja Instansi Pemerintah yang bersangkutan; (2) pembinaan sumber daya manusia; (3) pengendalian atas pengelolaan sistem informasi; (4) pengendalian fisik atas aset; (5) penetapan dan reviu atas indikator dan ukuran kinerja; (6) pemisahan fungsi; (7) otorisasi atas transaksi dan kejadian yang penting; (8) pencatatan yang akurat dan tepat waktu atas transaksi dan kejadian; (9) pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya; (10) akuntabilitas terhadap sumber daya dan pencatatannya; dan (11) dokumentasi yang baik atas Sistem Pengendalian Intern serta transaksi dan kejadian penting.

Terkait dengan Pasal 18 Ayat (3) butir (2) pimpinan instansi pemerintah wajib melakukan pembinaan sumber daya manusia. Dalam melakukan pembinaan sumber daya manusia, pimpinan instansi pemerintah harus sekurang-kurangnya: (a) mengkomunikasikan visi, misi, tujuan, nilai, dan strategi instansi kepada pegawai; (b) membuat strategi perencanaan dan pembinaan sumber daya manusia yang mendukung pencapaian visi dan misi; dan (c) membuat uraian jabatan, prosedur rekrutmen, program pendidikan dan pelatihan pegawai, sistem kompensasi, program kesejahteraan dan fasilitas pegawai, ketentuan disiplin pegawai, sistem penilaian kinerja, serta rencana pengembangan karir.

Dari beberapa ketentuan mengenai implementasi sistem pengendalian intern pemerintah sebagaimana telah disebutkan diatas, maka pengendalian internal pada hakekatnya merupakan fungsi manajemen yang harus dijalankan oleh setiap pimpinan. Dengan terselenggaranya aktivitas pengendalian internal, maka instansi pemerintah diyakini akan dapat: (a) mencegah dan mendeteksi terjadinya korupsi; (b) mendeteksi dan mengungkapkan fakta serta menindaklanjuti penyimpangan; (c) meningkatkan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan; serta (d) meningkatkan kinerja individu dan organisasi secara signifikan.


Penutup

Dengan telah dikelurkannya Perturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), maka implementasi sistem pengendalian intern telah memiliki landasan hukum yang kuat serta telah terpenuhinya ketentuan Pasal 58 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, yang menyatakan bahwa ”sistem pengendalian intern ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah”. Dengan demikian, Presiden selaku Kepala Pemerintahan dapat mengatur dan menyelenggarakan pengendalian intern di lingkungan pemerintahan secara menyeluruh.

Selanjutnya dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan daerah, dengan telah ditetapkannya Perturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), Gubernur dan Bupati/Walikota selaku Kepala Daerah dapat mengatur dan menyelenggarakan pengendalian intern di lingkungan pemerintahan daerah masing-masing secara menyeluruh.



Daftar Pustaka

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara.

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP).

Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor KEP/46/M.PAN/4/2004 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan Melekat.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

Lembaga Administrasi Negara, Evaluasi Kebijakan Pengawasan Internal dan Eksternal: Sistem Pengendalian Internal, Jakarta, 2006.


Andi Gani, Kepemimpinan Sektor Publik Dalam Perspektif Tindakan Kolektif (Collective Action), PPS UNIBRAW Malang, 2005.

Rivai, Veithzal, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2004.

http://www.coso/ Internal Control Framework Resources, 2008.

Www. The Rutteman Report, The Rutteman Working Group, UK, 1994.

State of Michigan (t.th.),. Understanding Internal Control, Office of Financial Management.

2 komentar: